Blogger templates

Selasa, 18 Maret 2014

MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB: BIOGRAFI SINGKAT EDISI 1

Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad ibn Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid at-Tamimi.Ia dilahirkan di Nejd pada tahun 1115 H, dan wafat di Diryah dengan usia yang sangat tua (91 tahun) yaitu pada tahun 1201 H.[1]
Ibnu Abdul Wahab kecil belajar agama kepada ayahnya sendiri yang menjadi qadhi dengan madzhab Hanbali. Kemudian, ia belajar agama kepada Syaikh Muhamamd Ibnu Sulaiman al-Kurdi, Syaikh Muhammad Hayat al-Sindi dan ulama lainnya dalam madzhab Hanbali.[2]
Proses belajarnya Ibnu Abdul Wahab dalam bidang agama ini berlangsung dalam waktu yang minim dan terputus-putus, sehingga ilmu yang diperolehnya tidak maksimal. Menurut Syaikh Idahram dengan mengambil istilah al-Mas’ari menggambarkan posisi Muhammad Ibnu Abdul Wahab saat itu layaknya ‘ustadz kampung’ yang biasa-biasa saja, tidak dikenal ketokohan dan keulamaannya oleh ulama yang hidup semasanya, bahkan tidak diperhitungkan keberadaannya.[3] Ulama-ulama Wahabi juga mengakui bahwa Muhammad Ibn Abdul Wahab semasa hidupnya tidak pernah digelari sebagai imam.[4] Justru semasa belajar, para guru dan ayahnya sendiri mencium gelagat penyimpangan yang ada pada diri Ibnu Abdul Wahab, terutama setelah melihat kegemarannya membaca kisah kenabian (nabi palsu) Musailamah al-Kadzdzab, Sajah, Aswad al-Unsi dan Thulaihah al-Asadi. Kekhawatiran para guru Ibnu Abdul Wahab ini diungkapkan dalam bentuk nasehat keprihatinan yang dikutip  Syaikh Idahram sebagai berikut: “anak ini akan tersesat dan akan menyesatkan banyak orang...”[5]
Kegemarannya mengembara untuk berdagang sekaligus menuntut ilmu menjadi salah satu penyebab banyaknya fatwa kontroversial keluar dari diri Muhammad Ibn Abdul Wahab. Sebagai contoh, di Damsyik (Damaskus), ia menghabiskan waktunya dengan mempelajari kitab-kitab karangan Ibnu Taimiyah yang banyak mengandung kontroversi. Di Basrah, ia bertemu orang orientalis yang menyamar sebagai syaikh Muhammad al-Majmu’i[6]. Ia banyak bertukar pikiran dan berguru kepadanya. Ia tidak mengetahui bahwa gurunya tersebut sedang menjalankan misi besar, yaitu menjadi agen kerajaan Inggris untuk mencari titik lemah kekuatan Turki, sekaligus mencari cara untuk menghancurkan Turki.[7] Penyimpangan semakin parah setelah dua agen wanita Inggris yang bernama samaran Safiyya[8] dan Asiya[9] menjalankan misinya  untuk mendoktrin Muhammad Ibn Abdul Wahab dengan berbagai ajaran sesat dengan imbalan rela dinikani mut’ah.
Setelah melakukan pengembaraan panjang, Muhammad Ibn Abdul Wahab kembali ke Najd dengan didampingi syaikh Muhammad al-Majmu’i. Pada tahun 1143 H, Muhammad Ibn Abdul Wahab mulai menyampaikan keyakinannya yang dianggap menyimpang kepada orang-orang awam di Najd. Namun, ayah dan masyayikh di daerahnya menghalau ajaran tersebut. Penyimpangan ajaran Muhammad Ibn Abdul Wahab disebabkan oleh
Pada tahun 1153 H, setelah banyaknya wafat, ia dengan leluasa menyebarkan ajarannya. Karena dianggap menyimpang dari ajaran Islam, masyarakat marah, hampir-hampir ia terbunuh. Maka, larilah ia ke kota ‘Uyainah. Untuk memudahkan dakwahnya, ia merapat kepada emir (penguasa di kota tersebut) dengan cara menikahi salah satu kerabat emir. Dengan menjadi bagian dari keluarga penguasa, Ibn Abdul Wahab menyampaikan ajarannya kepada masyarakat. Akan tetapi, masyarakat ‘Uyainah merasa keberatan atas ajarannya, bahkan mengusirnya keluar dari kota tersebut.[10]
Dengan perasaan marah, galau dan dendam, Ibn Abdul Wahab  menuju Dir’iyah, yaitu daerah Musailamah al-Kadzzab (nabi palsu) beserta pengikutnya yang murtad. Di kota inilah, ia mendapatkan dukungan penuh dari emir (Muhammad Ibnu Sa’ud) dan masyarakatnya. Bahkan pada tahun 1165 H, keduanya menjalin kesepakatan untuk saling mendukung dalam politik maupun dalam da’wah. Dari sinilah awal penyebaran ajaran ibn Abdul Wahab berkembang, sekaligus kota Dir’iyah menjadi pusat dakwah Ibn Abdul Wahab. Dengan kekuatan  tentaranya inilah Ibn Abdul Wahab mengukir sejarah berdarah yang menumpahkan darah ribuan ulama dan kaum muslimin yang berbeda faham dengannya.
Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya digunakan untuk menyebarkan ajarannya serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Pada tanggal 29 Syawal 1206 H, Muhammad bin Abdulwahab meninggal dunia dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar’iyah (Najd).

[6] Nama aslinya Hempher. Ia tokoh oientalis yang ahli bahasa Arab, Turki dan Parsi. Ia telah lama mempelajari Islam di Turki dan Iraq. Jika anda ingin mengetahui lebih lengkap tentang Hempher klik http://asmar.perso.ch/hempher/spy/
[7] Dengan kemampuannya di bidang kajian Islam, Hempher mampu membius Muhammad ibn Abdul Wahab dengan ajaran-ajaran sesat yang dibingkai dengan dalil Al-Qur’an dan Hadis. Ada dua prinsip yang ditanamkan oleh Hempher dalam diri Ibnu Abdul Wahab, yaitu:
1.       Ajaran Islam yang dianut oleh umat Islam waktu itu sudah menyimpang dari prinsip-prinsip dasar, bahkan mereka telah melakukan perbuatan bid’ah dan syirik. Karena itu, orang-orang Islam harus diselamatkan. Jika tidak mau, maka halal darahnya.
2.       Muhammad ibn Abdul Wahab akan menjadi orang besar yang bertugas menyelamatkan umat Islam dari ajaran bid’ah, syirik dan tahayyul. Isyarat itu Hempher dapatkan dari mimpinya yang melihat Nabi Muhammad saw. mencium kening Ibnu Abdul Wahab dengan mengatakan hal tersebut  diatas.
Setelah mampu mendoktrin Muhammad ibn Abdul Wahab, Hempher menggambarkan dalam memoarnya bahwa Muhammad Ibnu Abdul Wahab mempunyai jiwa “sangat tidak stabil” (extremely unstable), “sangat kasar” (extremely rude), berakhlak bejat (morally depraved), selalu gelisah (nervous), congkak (arrogant), dan dungu (ignorant). Lebih detailnya, memoar Hempher dapat di download dengan judul “Confessions of a British Spy” di: http://www.ummah.net/Al-adaab/spy1-7.html
[8] Safiyya adalah agen wanita Inggris beragama Kristen. Ia dikenalkan oleh Hempher , sekaligus dinikahkan mut’ah dengan Ibnu Abdul Wahab selama 1 minggu. Kemudian nikah mut’ah ini diperpanjang menjadi 2 bulan setelah pindah ke Isfahan (Iran).
[9] Asiya adalah agen wanita Inggris beragama Yahudi. Asiya dikenalkan oleh Abdul Karem (agen Inggris yang menyamar) untuk dinikahi mut’ah oleh Muhammad Ibn Abdul Wahab.
[10]Dalam situs Wikipedia.com dijelaskan Muhammad bin `Abdul `Aziz bin `Abdullah bin Baz dalam bukunya “Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab, Da'watuhu Wasiratuhu” memberikan pembelaan dengan menjelaskan sebab kepindahan Ibnu Abdul Wahab dari ‘Uyainah adalah untuk menghindari pertumpahan darah. Ia seorang diri meninggalkan negeri Uyainah menuju negeri Dariyah dengan berjalan kaki. Perjalanan ini Ia lakukan pada waktu dini hari, dan sampai ke negeri Dariyah pada waktu malam hari.
Masih dalam situs yang sama disebutkan bahwa pada mulanya Muhammad Ibn Abdul Wahab mendapat dukungan penuh dari pemerintah negeri Uyainah. Namun, setelah terjadi pertentangan dan pergolokan dengan para tokoh ulama di ‘Uyainah, pemerintah mencabut dukungannya. Dengan demikian, tinggallah Syeikh Muhammad dengan beberapa orang sahabatnya yang setia untuk meneruskan dakwahnya. Dan beberapa hari kemudian, Syeikh Muhammad diusir keluar dari negeri itu oleh pemerintahnya.