Perbedaan pemahaman tentang
turunnya Al-Qur’an: apakah diturunkan sekaligus ataukah diturunkan
berangsur-angsur? Perbedaan telah ada sejak zaman sahabat hingga sekarang.
Masing-masing kelompok berusaha menunjukkan argumentasi dengan menunjukkan
landasan hukum dan argumentasi bahwa pendapatnya yang paling benar atau
mendekati benar.
Perbedaan pendapat yang berupa
penafsiran ini masing dipandang wajar, jika masing-masing pihak masih
menghargai pendapat pihak lain dan mereka masih menyatakan bahwa apa yang mereka
lakukan hanyalah ijtihad untuk memahami
ajaran Islam. Namun, jika mereka sudah mengklaim diri sebagai pemegang
kebenaran, sedangkan pemahaman pihak lain salah atau sudah keluar dari Islam,
maka perbedaan pendapat tidak akan pernah menjadi rahmat, tetapi justru akan
menjadi mala petaka bagi umat Islam
Untuk menghindari fanatisme
tentang tata cara turunnya Al-Qur’an, kami merasa perlu mengemukakan beberapa
pendapat ulama, terutama dalam memahami QS
Al-Qadr (97): 1 sebagai berikut:
1.
Pendapat ulama salaf
Ulama salaf enggan
berpendapat: apakah Al-Qur’an diturun sekaligus ataukah berangsur-angsur? Mereka
beragumentasi bahwa al-Qur’an adalah sifat Allah yang qadim yang
tidak layak diturunkan sebagaimana pemahaman manusia. Kata turun mengandung
arti bahwa mateir yang diturunkan membutuhkan waktu dan tempat. Pemahaman ini
tidak layak digunakan kepada Al-Qur’an. Karena itulah ulama salaf ketika
ditanya tentang tata cara turunnya Al-Qur’an, mereka hanya berkata: Allahu
a’lam (hanya Allah yang lebih mengetahui maknanya)
2.
Pendapat Kedua
Ulama kedua
berpendapat bahwa penurunan al-Qur’an dijelaskan dengan menggunakan anzala
( ) dan nazzala ( ). Kedua kata tersebut berasal dari akar
kata yang sama yaitu nazzala () yang berarti turun atau berpindah dari
tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, tetapi mempunyai makna yang berbeda.
Berdasarkan
penelitian ulama dari golongan kedua ini, mereka menyimpulkan sebagai berikut:
a.
Al-Qur’an diturunkan secara
utuh atau sekaligus dari al-Lauh al-Mahfuzh ke langit dunia pada malam al-Qadr
(lailatu al-qadr), sebagaimana dijelaskan dalam QS Al-Qadr (97): 1.
Mereka beragumentasi bahwa kata anzala
pada umumnya digunakan untuk
menunjuk kepada turunnya sesuatu secara utuh. Mereka juga menjelaskan bahwa
penggantian kata al-Qur’an dengan kata hu () pada kata anzalnahu
memberikan kesan atau qarinah bahwa al-Qur’an adalah wahyu Ilahi
yang agung dan harus diagungkan. Di samping itu, kata hu () juga
mengisyaratkan bahwa al-Qur’an selalu hadir dalam benak mitra bicara karena
memamng ayat-ayatnya memberi pengaruh luar biasa di tengah masyarakat muslim
atau on muslim ketika itu.
b.
Al-Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur dari langit dunia kepada Nabi Muhamamd saw. melalui Malaikat
Jibril selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Proses penurunan al-Qur’an secara
berangsur-angsur ini ditunjukkan dengan kata nazzala dalam berbagai
redaksinya.
3.
Pendapat ketiga
Golongan ulama ketiga
berpendapat bahwa al-Qur’an hanya diturunkan secara berangsur-angsur. Mereka
berpendapat bahwa anzala ( ) dan nazzala ( ) tidak menunjukkan makna penurunan
sekaligus atau pun berangsur-angsur, tetapi kata anzala menunjukkan arti
memulai menurunkan dan kalimat nazzala lebih menekankan informasi bahwa
al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur. Mereka mengemukakan argumentasi
bahwa redaksi kalimat yang menggunakan kata anzala dikaitkan dengan
waktu dan tempat tertentu, sedangkan kata nazzala tidak dikaitkan dnegan
waktu.
Setelah mengetahui
perbedaan pendapat tentang tata cara penurunan al-Qur’an, pembaca diharapkan
lebih arif dan toleran bahwa pemahaman tentang tata cara penurunan al-Qur’an
dibangun dari proses ijtihad yang belum dapat dipastikan siapa yang benar dan
siapa yang salah. Anda dapat memilih satu di antara ketiga pendapat tersebut,
atau menerima semuanya. Tetapi janganlah membangun argumentasi sendiri yang
hanya mengandalkan ilmu kira-kira, atau mengikuti pendapat ulama yang
belum teruji keilmuan dan pengamalannya terhadap ajaran Islam. Semoga
bermanfaat. Amin