Blogger templates

Jumat, 24 Januari 2014

MUDAH VS SULIT

Kata mudah terambil dari kata arab yusr ( ) yang terulang dalam al-Qur’an sebanyak 6 kali, tiga di antaranya bergandengan dengan kata ‘usr, sedangkan kata yusr dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 44  kali. Kata yusr dalam kamus bahasa arab digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang mudah, lapang atau banyak (seperti harta).
Lawan kata dari yusr adalah úsr yang berarti sesuatu yang sangat keras, sulit atau berat. Kata ini terulang sebanyak 4 kali, dan dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 12 kali. Sebagai contoh unta liar dinamai ‘asir (), orang kidal yang biasanya sulit dilakukan oleh orang biasanya dinamai a’sar().
Allah berfirman yang terkait dengan kemudahan dan kesulitan sebagai berikut:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (٥)إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (٦)
Artinya: “maka sesungguhnya  sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS  Al-insyirah (94): 5-6).
Dalam memahami ayat di atas, Ada dua pendapat ulama, yaitu:
1.       Perbedaan dalam memahami makna ma’a ()
Ada dua pendapat Ulama dalam memahami makna ma’a, yaitu:
a.       Ulama yang mengartikan ma’a  dengan arti ba’da (sesudah), sehingga makna ayat di atas adalah “maka sesungguhnya  sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
b.      Ulama yang mengartikan ma’a dengan arti bersama, sehingga makna ayat di atas adalah “maka sesungguhnya  bersama kesulitan itu ada kemudahan”. Penggunaan arti bersama untuk menjelaskan bahwa betapapun beratnya kesulitan yang dihadapi, pasti dalam celah-celah kesulitan itu terdapat kemudahan-kemudahan. Karena itu setiap orang hendaknya berusaha mencari peluang atau sisi positif dari tantangan dan kesulitan yang dihadapinya, agar ia memperoleh jalan keluar atau manfaat dari kesulitan tersebut.
Syaikh az-Zamakhsyari menjelaskan bahwa penggunaan kata ma’a yang berarti bersama untuk menggambarkan betapa dekat dan singkatnya waktu antara kehadiran kemudahan, dengan kesulitan yang sedang dialaminya.
2.       Perbedaan dalam memahami pengulangan kalimat
Ada dua pendapat ulama dalam memahami makna pengulangan kalimat, yaitu:
a.       Ulama mengartikan pengulangan kalimat dengan makna penekanan bahwa di setiap kesulitan pasti disusul, disertai atau disudahi dengan kemudahan.
b.      Ulama mengartikan pengulangan kalimat dengan makna “setiap kesulitan akan disertai dengan dua kemudahan. Kemudahan ini dapat diperoleh seseorang dalam kehidupan di dunia dan dapat pula diartikan satu kemudahan diberikan di dunia dan lainyya di akhirat.
Ulama ini menggunakan kaidah  yang menyatakan:”apabila terulang satu kata dalam bentuk definit maka kata pertama dan kedua mempunyai makna yang sama, berbeda halnya jika kata tersebut berbentuk indefinit.” Kata ‘usr berbentuk definit yang ditandai dengan pemakaian alif dan lam,  sedangkan kata yusr berbentuk indefinit.

Terlepas dari berbagai perbedaan pemahaman tentang makna ayat di atas, ada makna pokok yang ingin dijelaskan bahwa Allah memberlakukan sunnah-Nya yang bersifat umum dan konsisten dalam kehidupan, yaitu “setiap kesulitan pasti disertai atau disusul kemudahan selama yang bersangkutan bertekad untuk menanggulanginya.” Dari  pemahaman ini, para ulama membuat kesimpulan berupa penyusunan kaidah -setelah mengkaji sekian banyak ayat dan hadis yang semakna- sebagai berikut:
()kesulitan itu mendatangkan kemudahan; () apabila sesuatu telah menyempit, aka ia menjadi luas.

                Mudah-mudahan penjelasan singkat ini memotivasi kita untuk tawakkal (berusaha semaksimal mungkin dengan disertai doa) dalam mengatasi kesulitan kita dihadapi. Amin.

NABI MUHAMMAD BUKAN MANUSIA SEMPURNA, BENARKAH?

Ada sebuah pertanyaaan nakal dari sebagian umat non muslim: mengapa Muhammad dibacakan shalawat, bahkan menganjurkan umatnya untuk membacakan shalawat sebanyak-banyaknya? Bukankah shalawat itu berarti doa, yaitu memohon supaya Allah memberi rahmat, kemuliaan dan keselamatan kepada Muhammad? Jika Muhammad didoakan agar diberi rahmat, kemuliaan dan keselamatan, berarti Muhammad belum mulia dan selamat atau Muhammad masih membutuhkan kemulian , keslamatan dan rahmat yang lebih sempurna dibanding semua yang diberikan Tuhan selama ini? Dengan kata singkat dapat disimpulkan bahwa Muhammad adalah manusia yang tidak sempurna. Hal ini berbeda dengan Isa yang tidak membutuhkan doa dari umatnya, tetapi justru menjadi penebus seluruh dosa umatnya. Bukankah Isa lebih mulia dari Muhammad?
Ada pendapat yang lebih ekstrim lagi yang dibangun oleh non muslim bahwa orang yang masih membutuhkan kiriman doa, apalagi memerintahkan orang lain untuk mendoakannya, seperti Muhammad, maka harus diragukan kenabiannya dan tidak layak menjadi penutup ajaran Tuhan. Jika Dia sendiri masih membutuhkan doa dan belum selamat, bagaimana mungkin dia dapat menyelamatkan umatnya? Berbeda dengan Isa yang telah merelakan dirinya sebagai penebus dosa dan saat ini berada di sisi Tuhan. Dia benar-benar juru selamat yang terbukti telah menyelamatkan umatnya dari dosa.
Pertanyaan ini menggelitik hati penulis untuk menjawabnya. Sepintas, logika yang dibangun non muslim nampak benar, terutama jika orang yang ditanya masih awam terhadap ajaran Islam. Atau benarkah demikian. Mari kita ikuti uraian berikut ini:
Pertama, Allah bershalawat atas Nabi  Muhammad saw. bukan berarti mendudukkan Rasulullah saw. sebagai manusia yang tidak/ kurang selamat, mulia dan rahmat, tetapi justru mendudukkan Rasulullah saw. sebagai manusia paling sempurna.Inilah bentuk rahmat Allah kepada Rasulullah saw.  Bukankah menyebut atau menyanjung  nama seseorang dengan berbagai kelebihannya di hadapan orang banyak merupakan salah satu cara memulyakannya? Demikian juga dengan Allah yang selalu menyebut dan menyanjung Rasulullah saw. di hadapan seluruh makhluk-Nya. Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan sebagai berikut:”Maksud dari ayat ini (QS al Ahzab : 56) adalah, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan kepada para hamba-Nya, tentang kedudukan hamba dan Nabi-Nya di sisi-Nya dan di sisi para makhluk yang tinggi (Malaikat). Dan bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala memuji beliau di hadapan para Malaikatnya, dan para Malaikat pun bershalawat kepada beliau shallallahu 'alaihi wasallam. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan penduduk bumi untuk bershalawat dan mengucapkan salam kepada beliau shallallahu 'alaihi wasallam, supaya terkumpul pujian terhadap beliau dari peghuni dua alam, alam atas (langit) dan alam bawah (bumi) secara bersama-sama.”(Tasir Ibnu Katsir Jilid 3 hal 514) 
Kedua, malaikat bershalawat kepada Rasulullah Muhammad saw. berarti malaikat memohonkan tambahan rahmat dan ampunan. Perbuatan malaikat ini tidak dapat dijadikan indikator bahwa Rasulullah saw. mempunyai dosa dan jauh dari rahmat Allah, sebab malaikat tersebut hanya menjalankan tugasnya untuk memohonkan ampunan kepada orang yang dikehendaki oleh Allah. Perlu ditegaskan di sini bahwa Rasulullah saw. adalah makhluk yang ma’shum (terbebas dari dosa atau tidak mempunyai dosa) sebagaimana dijelaskan dalam QS al Fath: 2. Meskipun begitu, Rasulullah saw. tetap memohon ampunan minimal 100 kali sehari semalam. Ketika para shahabat menanyakannya, beliau hanya menjawab: “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?”
Ketiga, orang beriman mengucapkan shalawat kepada Rasulullah Muhammad saw. karena beberapa alasan, di antaranya:
a.       Orang beriman membaca shalawat kepada Rasulullah Muhammad saw. karena melaksanakan perintah dalam QS Al-Ahzab 56 yang artinya:“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” 
Ayat di atas menjelaskan dengan gamblang bahwa orang beriman berlomba-lomba membaca shalawat kepada Rasulullah Muhammad saw. bukan karena permintaan Rasulullah saw. untuk mendoakannya agar selamat dari dosa dan siksa, tetapi didasarkan kepada ketaatan melaksanakan perintah Allah. Dengan demikian, fitnah tentang permintaan Rasulullah kepada umatnya untuk mendoakannya agar selamat dan diberi rahmat, tidak ada dasarnya atau hanya mengada-ada saja.
b.      Orang beriman membaca shalawat karena ingin meletakkan nama dan pribadi Rasulullah saw. dalam hati yang paling dalam. Inilah bukti kecintaan dan kekaguman seorang mu’min kepada Rasul, manusia teragung dan manusia tersempurna di jagad raya ini.
Ada beberapa indikator cinta sejati orang Islam kepada Rasul, yaitu:
1)      Gembira dan bangga menyebut namanya dan mendengar nama orang yang dicintainya disebut oleh orang lain dimanapun dan kapan pun ia berada. Dengan banyaknya menyebut nama orang yang dibanggakan akan menimbulkan rasa dekat dan rasa nyaman di hati, seakan rindu ingin bertemu sedikit terobati. Rasulullah pun membalasnya dengan bersabda: “sesungguhnya orang yang paling dekat denganku pada har kiamat adalah orang yang paling banyak membaca shalawat keadaku.”
2)      Keinginan untuk selalu dekat orang  yang dicintainya dan senang berkumpul dengan orang-orang yang mengidolakannya untuk bersama-sama menyanjungnya. Orang-orang Islam tradisi biasanya mengekspresikan kecintaannya dengan membentuk jamaah  hadrah, maulid  ataupun shalawatan.
3)      Bangga meniru style, kepribadian, dan segala hal yang ada pada diri sang idola dalam kehidupan sehari-hari.
c.       Orang beriman membaca shalawat karena menginginkan doa yang disampaikan langsung dari Rasulullah ketika menjawab bacaan shalawat tersebut.
Rasulullah menjelaskan bahwa shalawat yang diucapkan umatnya akan ditampakkan di hadapan beliau dan menjawab salam tersebut, sebagaimana sabdanya: “Tiada sekali-kali seseorang mengucapkan salam kepadaku melainkan Allah mengembalikan kepadaku rohku hingga aku menjawab salamnya.” Hadis ini menunjukkan kepada kita bahwa Rasulullah mendoakan umatnya agar selamat melalui setiap jawaban shalawat kepadanya.
Di samping itu,  Allah membalas bacaan shalawat tersebut sebanyak sepuluh kali dan ditambah doa dari malaikat yang mendengarkannya.  
d.      Orang beriman yang membaca shalawat akan membawa manfaat yang akan kembali kepada dirinya sendiri, di antaranya:
1.      Diampuni dosanya oleh Allah
2.      Diakui Rasulullah sebagai umatnya
3.      Mendapat syafaatnya di alam akhirat
4.      Diterima doanya
5.      Jenazahnya menjadi harum
6.      Dicabut nyawanya dengan pelan dans sebagainya.
Semoga penjelasan singkat ini dapat membantu pembaca dalam menepis fitnah sebagian saudara kita non muslim yang mencoba menggiringnya untuk meragukan kerasulan Muhammad saw. Amiin.